Viral di medos bahwa kelas 1 SD di Indonesia sudah Diajari Mata pelajaran TIK ( Teknologi informasi dan komunikasi) yang Soal ujiannya di luar Nurul, gak habis Fikri dan di luar prediksi BMKG.
Maka tidak ada salahnya kita coba bandingkan kurikulum SD kelas 1 di salah satu negara maju di Eropa yaitu Belanda dengan kurikulum SD kelas 1 di Indonesia. Sebagaimana yang dituliskan Mas Dimas Budi di Eindhoven Belanda di akun Facebook nya
____
Sedangkan kelas sebelumnya yaitu grup 1 dan grup 2 atau setara TK A dan TK B, kegiatan anak-anak di sekolah adalah bermain, dengan nilai-nilai edukasi yang disesuaikan usianya.
Misalnya di pagi hari, sebelum mulai pelajaran inti, anak-anak duduk di bangku yang disusun melingkar, dan posisi guru berada di tengah. Kemudian guru menunjuk salah satu murid untuk bercerita secara bergantian. Bercerita tentang apa? Contohnya, tentang kegiatan akhir pekan dengan keluarga misalnya.
Nah, dari topik diskusi ringan itu, nanti ditanggapi oleh teman-teman lain. Tentu, di kala diskusi ringan itu ada debat-debat kecil antara bocil-bocil itu. Di sini, guru menjadi penengah. Kegiatan ini dinamakan Kring.
Esensi dari kegiatan ini adalah anak-anak dibiasakan untuk mengemukakan pendapat, berlatih komunikasi, berdiskusi, kritis, dsb. Dengan dipandu oleh guru, anak-anak kecil itu memperoleh ruang yang baik untuk berbicara.
Itulah kenapa, sejak sekolah di sini, para siswa jadi anak yang kritis, rajin bertanya, tetapi dalam adab yang baik. Karena, sejak usia dini mereka diajari berdiskusi dan berbeda pendapat itu biasa.
Selain itu, pelajaran inti dan kegiatan menarik lainnya di kelas adalah bermain, menggambar, menyusun balok, mendengarkan kisah Nabi dan Rasul, surah-surah pendek Alquran, doa-doa seperti doa mau makan, dan banyak lagi.
Intinya di saat grup 1-2, anak-anak benar-benar fokus untuk bermain, tanpa melupakan nilai edukasi. Juga tak lupa belajar komunikasi, nilai-nilai adab, tata krama, dan saling menghargai teman serta guru.
Itulah sebabnya anak anak Indonesia yang baru dua tahun di Belanda, kemampuan bahasanya meningkat pesat sekali. Dia sudah seperti anak lokal kalau ngobrol menggunakan Bahasa Belanda.
Jadi di grup 1 dan 2 di Belanda yaitu kelas TK belum diajari Calistung karena belum waktunya. Calistung di ajarkan di Grup 3 atau kelas 1 SD
✓Seperti yang ada dalam gambar, anak-anak ketika masuk grup 3 atau setara kelas 1 SD, mulai “agak” serius belajar. Mulai dikenalkan dengan angka dan huruf. Kemudian, lanjut belajar calistung.
Untuk pelajaran membaca misalnya, teman-teman bisa melihat ada tahapannya. Ada tahap maan (bulan) dan zon (matahari). Disitu bisa dilihat bahwa tahapan maan lebih mudah daripada zon.
Nah, anak-anak yang baru belajar membaca, tentu masuk maan lebih dulu. Nanti oleh guru akan di tes bacaan mereka. Jika maan sudah lancar, bisa lanjut ke zon.
Maka Ujian siswa di grup 3 baru sebatas ini saja. Membaca, yang dimulai dari tahap maan dan zon. Tidak ada ulangan atau ujian mengerjakan macam sekolah di Indonesia. Apalagi mengerjakan tugas TIK yang belum lama viral itu.
Kemudian menghitung, bisa dilihat pula buku tugas untuk Grup 3. Ada simulasi gambar-gambar untuk memudahkan anak-anak belajar menghitung.
Nyantai dan ringan, kan?
Lantas di luar calistung, seperti grup 1-2 dulu, mereka tetap diajarkan menghafal doa-doa, kisah Nabi dan Rasul, dan sebagainya. Tetapi kegiatan diskusi atau Kring sudah tidak ada lagi.
Disamping itu di grup 3, ada pelajaran olahraga dan mulai disetelkan film-film di layar yang ada di kelas. Bisa film tentang kisah Nabi, juga tentang pelajaran yang memudahkan membaca dan menghitung, dll.
✓Di Belanda siswa SD Mulai dikenalkan teknologi pelan-pelan, karena nanti ketika grup 5-6 atau setara kelas 3-4 SD, mereka akan menggunakan tablet atau tab untuk media belajar. Tablet yang digunakan khusus, disediakan pihak sekolah.
Jadi pembelajaran TIK langsung dengan praktek tidak hanya teori definisi sebagaimana yang diajarkan di SD kelas 1 di Indonesia. Dan itu diajarkan di kelas 3 dan 4 SD.
Menarik, bukan?
Lantas kemudian apa ada anak-anak yang tinggal kelas? Ada. Mereka yang tinggal kelas disebabkan masih belum lancar membaca. Jadi para guru tentu tidak akan membiarkan anak didiknya naik kelas, jika memang dirasa belum mampu.
✓ Apakah di Belanda ada Raport? Ada. Tapi isinya bukan berupa nilai yang didasarkan hasil ujian-ujian. Tetapi lebih ke bagaimana anak menyerap pelajaran di kelas.
Misalnya raport kelas 1 dan 2, Di sana ditulis bagian ketrampilan bahasa bagaimana, kemampuan motorik kasar dan halus bagaimana, dsb.
✓ Apakah ada PR? Ada, tapi jarang banget. Biasanya diberi PR sebelum liburan menjelang pergantian musim. Itu saja, tanpa dibantu orang tua, mayoritas anak-anak bisa mengerjakan sendiri. Karena gampang dan tidak banyak.
Jadi PR tidak diberikan setiap hari seperti yang biasanya dilakukan guru di Indonesia. PR biasanya diberikan hanya saat liburan panjang saja .
Itulah sebabnya bocil-bocil di Belanda bisa happy sekali pergi sekolah. Banyak dari mereka kalau libur malah menangis ingin sekolah.
Dengan pola didik seperti itu di sini Anak-anak kecil tidak stres, mereka bisa belajar dengan bahagia, dan banyak hal lagi. Nanti ketika mereka sudah menginjak usia SMP-SMA, barulah belajar yang sebenarnya dimulai.
✓Di Belanda Tingkat kualitas pelajaran untuk SMP-SMA sudah selevel tingkat kuliah di Indonesia.
Maka sejak mereka berada di bangku kelas 4-6 SD atau grup 6-8, anak-anak sudah dipersiapkan untuk menghadapi belajar yang sebenarnya itu. Akan tetapi, mereka tidak dibebani nilai tinggi. Jika di Indonesia syarat minimal lulus atau memenuhi standar adalah B atau angka 8 misalnya, di sini angka 6 sudah dianggap bagus, karena tingkat kesulitannya yang berbeda.
Sistem yang membuat anak-anak tidak ngoyo dan ngotot mengejar nilai, karena memang yang dicari adalah ilmunya.
✓Orang Belanda tidak terobsesi dengan Nilai mereka lebih cenderung mengejar ilmu nya.
Hal ini tercermin dari karakter mereka dalam beekrja. Dalam bekerja orang Belanda sangat kritis dan straight to the point, tetapi semua ada poinnya dan nggak berbelit-belit. Benar-benar mencerminkan pendidikan usia dini mereka yang terbiasa suka diskusi bahkan berdebat. Juga fokus pada ilmu yang dipelajari, bukan pada nilai-nilai di atas kertas.
Berbeda dengan orang Asia di dunia kerja yang terkenal “adem”, nurut, rajin, dan tidak banyak bicara.
✓Yang kemudian menjadi sorotan adalah, pelajaran untuk anak-anak usia dini di Indonesia yang terlalu memaksakan mereka berpikir melampaui usia mereka. Belum saatnya, belum waktunya.
Dikhawatirkan anak-anak sudah dibebani harus berpikir sekeras itu, mereka jadi membenci sekolah. Bayangkan saja, sejak kecil mereka sudah benci, bagaimana bisa belajar dengan baik?
Coba kalau misalnya sejak kecil, mereka diajari bahwa sekolah itu asyik. Bermain tanpa melupakan esensi belajar. Mereka jadi bahagia, sekolah akan jadi tempat menarik buat bocil-bocil itu. Saat hati bahagia, percayalah, belajar akan menjadi seru dan ilmu cepat masuk di kepala.
__
Itulah perlunya mencari sekolah yang kurikulum nya sesuai perkembangan otak . Sekolah yang sudah menjalankan pola ini salahsatunya adalah HomeEdu Metland Cileungsi. wa.me/6285887851674
https://youtu.be/CoM6Vv3b9Ws?si=YLuLaJUJwN15kEAQ
0 Komentar