Ramai di Jagat Medsos bahwa sekelompok orang telah menuduh bahwa kitab Al-Ibanah karya al Imam Abul Hasan Al-Asyariy adalah Fiktif sudah dirubah oleh Salafi Wahabi, bukan lagi karya asli Abul Hasan al Asyar'y.
Ini faktanya, Baca hingga tetes terakhir
Abu Hasan al Asy'ari, Nama lengkap Beliau adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Burdah bin Abu Musa Al-Asy'ary Radiyallahu anhu. Jadi Nasab beliau sampai kepada Shahabat Abu Musa Al-Asy'ary. Beliau dilahirkan pada tahun 260 H
Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Husainy berkata bahwa Ibnu Katsir telah berkata, "Disebutkan bahwa Abul Hasan al-Asyary Mengalami TIGA FASE KEYAKINAN dalam hidupnya, yaitu :
✅ Fase pertama bersama Mu’tazilah
✅ Fase kedua bersama Kullabiyah
✅ Fase ketiga bersama Salafiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Di fase terakhir inilah Konsep aqidah yang beliau anut dituangkan dalam kitab Al-Ibaanah 'An Ushulud Diyaanah. Yang dianggap telah dipalsukan oleh Salafy Wahabi.
Abul Hasan kecil tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayah tiri yang berpaham Mu’tazilah dan dididik dengan doktrin keilmuan ala Mu’tazilah yang sesat. Cukup lama al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari berguru kepada Abu Ali al-Jubba’i.
Inilah fase pertama dari tiga fase keyakinan yang dilalui oleh al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari.
Di Fase kedua yaitu fase bertaubatnya al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari dari akidah sesat Mu’tazilah, Beliau terpengaruh dengan kelompok Kullabiyah yang saat itu tergolong gencar dalam membantah kelompok sesat Mu’tazilah.
Di fase kedua inilah terjadi perdebatan yang Masyhur antara beliau dengan guru dan ayah tirinya yaitu Ali al Jubbai sebagai tokoh Mu'tazilah pada saat itu.
Perdebatan ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Khalkan, "Abul Hasan Al-Asy'ary mengajukan tiga pertanyaan kepada gurunya, Abu Ali Al-Jubbaa'i tentang tiga orang bersaudara :
✅ Yang pertama seorang mukmin, baik dan bertaqwa,
✅ Yang kedua kafir, fasiq dan jahat
✅ Yang ketiga Anak yang masih kecil.
Kemudian ketiga-tiganya mati, bagaimana keadaan mereka nanti?"
Al-Jubba'i menjawab:
✅ Adapun yang mukmin maka ia berada di tempat yang tinggi yaitu (Surga)
✅ Sedang yang kedua berada di tempat yang paling rendah yaitu (Neraka)
✅ Dan yang masih kecil termasuk orang-orang yang selamat (dari Neraka).
Abul Hasan Al-Asy'ary bertanya lagi:
"Jika si kecil ingin ke tempat saudara yang mukmin tadi, apakah ia akan diberi izin?"
Al-Jubba'i menjawab, "Tidak boleh ! Karena akan dikatakan kepadanya bahwa saudaramu dapat mencapai derajat ini karena ia banyak beramal, sementara kamu tidak mempunyai amal ketaatan."
Abul Hasan Al-Asy'ary berkata, "Jika si kecil menjawab, "Kesalahan ini tidak terletak padaku, karena Allah tidak membiarkan usiaku panjang dan tidak mentakdirkan kepadaku untuk melaksanakan ketaatan."
Al-Jubba'i berkata, "Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan berkata, "Aku mengetahui, jika Aku biarkan usiamu panjang, kamu akan menjadi orang yang durhaka dan berarti kamu berhak mendapat azab yang pedih. Maka hal itu Aku lakukan demi kemaslahatanmu."
Abul Hasan Al-Asy'ary berkata, "Jika saudaranya yang kedua berkata, "Wahai Ilaah semesta alam, sebagaimana Engkau mengetahui keadaannya tentunya Engkau juga sudah mengetahui keadaanku, lantas mengapa Engkau tidak memperhatikan kemaslahatanku?"
Mendengar hal itu Al-Jubbaa'i pun terdiam.
Ibnul Imaad berkata, "Perdebatan ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikan rahmat-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan menimpakan azab atas siapa saja yang Dia kehendaki."
Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Husainy Az-Zubaidy yang dikenal dengan Murtadha Hanif ( wafat: 1145 H) mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Ittihqafus Saadah Al-Muttaqiin Bissyarh Asraar Ihya' 'Ulumuddin (II/3).
Bahwa "Abul Hasan Al-Asy'ary mengambil ilmu kalam dari gurunya, Abu Ali Al-Jubbaa'i, salah seorang pembesar dan tokoh Mu'tazilah. Kemudian beliau meninggalkan gurunya tersebut disebabkan mimpi yang beliau lihat yaitu beliau pernah melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pada bulan Ramadhan yang memerintahkannya agar kembali kepada kebenaran dan membelanya.
Lalu beliau bertaubat dari paham Mu'tazilah dan mengumumkannya, beliau naik ke atas mimbar di kota Bashrah pada hari Jum'at dan berkata dengan lantang.
"Bagi yang sudah mengenalku berarti ia telah mengetahui tentang diriku dan bagi yang belum kenal maka aku adalah fulan bin fulan, aku dahulu berkeyakinan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk dan di akhirat kelak makhluk tidak dapat melihat Allah serta para hamba menciptakan perbuatannya sendiri. Sekarang aku bertaubat dari keyakinan Mu'tazilah dan aku akan membantah keyakinan Mu'tazilah."
Kemudian beliau memulai membantah keyakinan mereka dan menulis buku-buku bantahan terhadap mereka.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Di Fase kedua ini beliau menetapkan tujuh sifat ‘aqliyah bagi Allah, yaitu al-hayat, al-ilmu, al-qudrah, al-iradah, as-sam’u, al-bashar, dan al-kalam. Di sisi lain, beliau menakwilkan (memalingkan dari makna yang sebenarnya) sifat khabariyah, seperti wajah, kedua tangan, kaki, betis, dan yang semisalnya.”
(Thabaqatul Fuqaha’ ‘Indas Syafi’iyyah)
Di Fase inilah kaum muslimin indonesia merujuk konsep aqidah sang imam sehingga menyebar ke seluruh negeri.
Kemudian Di Fase ketiga Abul Hasan Merujuk Aqidah Ahlussunnah. Abu Bakar Ibnu Faurak berkata, Abul Hasan Al-Asy'ary meninggalkan madzhab Mu'tazilah dan berpegang pada madzhab ahlu sunnah pada tahun 300 H.
Imam Taajuddin As-Subki dalam Thabaqaat Asy-Syaafi'iyah, ia berkata, "Abul Hasan Al-Asy'ary seorang ulama besar Ahli Sunnah setelah Imam Ahmad bin Hanbal dan tidak diragukan lagi bahwa aqidah beliau sama dengan aqidah Ahmad bin Hanbal.
Hal ini dengan jelas beliau sebutkan berkali-kali dalam buku-buku beliau, "Aqidahku seperti aqidah Al-Imam Ahmad bin Hanbal." Demikianlah ucapan Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ary di berbagai tempat dalam bukunya.
Fase ketiga inilah yang tidak mau diakui oleh sekelompok kaum muslimin Indonesia yang sudah kadung memeluk pemahaman Imam Abul hasan pada Fase kedua. Sehingga menyebut kitab al Ibanah (sebagai kitab rujuknya beliau ke Ahlussunnah) sebagai kitab yang sudah diselewengkan, dirubah oleh kaum salafy wahabi, sehingga sudah tidak Orisinil bahkan disebut bukan karya Abul Hasan al asyary.
Untuk menjawab semua itu ada baiknya kita menyimak apa yang dikatakan oleh Ibnu Darbas :
Ibnu Darbas berkata, 'Aku menyaksikan naskah kitab Al-Ibaanah yang beliau (Abul Hasan Al-Asy'ary) tulis dari awal hingga akhir. (Naskah itu) milik guru kami, pimpinan ulama AI-Faqih Al-Haafizh Al-'Allamah Abul Hasan bin Mufadhdhal Al-Maqdisy lalu aku menyalinnya. Kemudian aku bandingkan dengan naskah lain yang telah kutulis dari kitab Al-Imam Nashr Al-Maqdisy di Baitul Maqdis.
Beberapa shahabat kami memperlihatkannya kepada salah seorang tokoh Jahmiyah di Baitul Maqdis yang menisbatkan diri secara dusta kepada Abul Hasan AI-Asy'ary, namun ia mengingkari dan menyangkalnya seraya berkata, "Kami belum pernah mendengar tentang buku itu! Buku itu bukan tulisan Abul Hasan AI-Asy'ary!"
Pada akhirnya ia berusaha mengingkarinya dengan akal piciknya untuk menepis syubhat dalam otaknya, sambil menggaruk-garuk janggutnya ia berkata, "Mungkin buku ini ditulis saat beliau masih sebagai seorang Hasyawi (kacau pikirannya}."
Dari nukilan di atas bisa kita ketahui bahwa pengingkaran kaum Jahmiyah bukan hanya terjadi saat ini tapi sudah terjadi sejak dahulu yang disebabkan mereka tidak mau terima Perubahan Keyakinan yang terjadi pada imam Abul Hasan Dari Faham Kullabiyah ke Ahlussunnah.
Jika Masih ada orang yang ragu tentang isi kitab al Ibanah, mari kita simak Nukilan Ulama Mutabar tentang isi Kitab tersebut :
✔️ Al-Hafizh Adz-Dzahaby menukil isi kitab Al-Ibaanah ke dalam kitab beliau yang berjudul Al-'Uluw AI 'Aliyil Ghaffaar di halaman 278 :
la berkata : Abul Hasan Al-Asy'ary berkata dalam kitabnya Al-Ibaanah fi Ushulud Diyaanah dalam bab Istiwa' yaitu bersemayamnya Allah di atas Arsy.
"Jika seseorang berkata, "Apa pendapatmu tentang istiwa'? " Maka jawabnya, "Kami berpendapat bahwa Allah beristiwa' di atas Arsy sebagaimana firman Allah :
"(Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas 'Arsy."
(QS. Thaahaa: 5)
Demikianlah kutipan itu hingga akhir kitab Al-Ibaanah.
Kemudian al Hafidz Adz-Dzahabi berkata:
"Kitab Al-Ibaanah adalah kitab Abul Hasan Al-Asy'ary yang paling populer. Kitab ini diperkenalkan oleh Al-Hafizh Ibnu Asaakir. Kitab ini disalin dan dipegang oleh Al-Imam Muhyiddin An-Nawawy.
Adz-Dzahaby meriwayatkan dari Al-Hafizh Abul Abbas Ahmad bin Tsabit Ath-Thuraqy, bahwa ia berkata, "Aku membaca kitab Abul Hasan Al-Asy'ary yang berjudul Al-Ibaanah tentang dalil yang menetapkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy.
la juga menukil dari Abu Ali Ad-Daqqaaq bahwa ia mendengar Zahir bin Ahmad Al-Faqih berkata, "Imam Abul Hasan Al-Asy'ary wafat di rumahku. Ketika sedang sekarat beliau mengucapkan, "Semoga Allah melaknat Mu'tazilah yang keliru dan bodoh."
Sampai di sini selesai ucapan Adz-Dzahabi.
Maka Para ulama banyak yang bersaksi bahwa kitab al Ibanah merupakan karya terakhir Abul Hasan al Asyar'y :
✔️Imam Ibnu Katsir berkata bahwa Al-Ibaanah adalah kitab terakhir yang ditulis oleh Abul Hasan Al-Asy'ary.
✔️ Di antara yang menisbatkan buku ini kepada Imam Abul Hasan Al-Asy'ary adalah Ibnu Farhuun Al-Maaliky.
la berkata dalam kitabnya Ad-Dibaaj halaman 193-194.
"Di antara kitab yang ditulis Abul Hasan Al-Asy'ary adalah Al-Luma' Al-Kabir, Al-Luma' Ash-Shaghir dan kitab Al-Ibaanah fl Ushulid Diyaanah."
✔️ Di antara yang menisbatkan buku ini kepada Imam Abul Hasan Al-Asy'ary adalah Sayyid Murtadha Az-Zubaidy. la berkata dalam kitab Ithaafus Saadah AI-Muttaqiin bi Syarhi Asraari Ihya' Ulumuddin (II/2),
"Setelah Abul Hasan Al-Asy'ary meninggalkan madzhab Mu'tazilah beliau menulis kitab At-Mujiz sebanyak 3 jilid, kitab Mufiid fi Radd ala Jahmiyah wal Mu'tazilah, Maqalaatul Islamiyin dan kitab Al-Ibaanah.
Mari Hadapi Semua Perbedaan pendapat dengan Hikmah dan Ilmu. Karena itu yang terbaik.
____
Ust. Khudori Sirojuddin
Mudir Pesantren Inklusi Griya Sunnah Cileungsi Bogor
0 Komentar