Pada mulanya, Tidak ada ketentuan baku harus berapa urat yang dilukai pada leher hewan. Hanya saja Nabi mensyaratkan agar ada darah yang keluar dari beberapa urat leher yang ditoreh oleh pisau.
Rasulullah ﷺ bersabda:
ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكلوه ليس السن والظفر
“Setiap yang ditumpahkan darahnya dengan disebut nama Allah maka makanlah, kecuali yang disembelih dengan menggunakan gigi dan kuku” (HR. Bukhari: 2308).
Dari hadits di ataslah kemudian para ulama menelaah jumlah urat yang ada di leher hewan sembelihan. Didapatkanlah kesimpulan bahwa terdapat 4 jenis urat saluran yang berada di leher hewan terutama unggas, yaitu
✅ Hulqum (Tenggorokan) berfungsi sebagai Saluran Pernafasan
✅ Mari (Kerongkongan) berfungsi sebagai Saluran pencernaan.
✅ Widjain yaitu 2 urat besar di sisi samping leher.
Sehingga Para Ulama sepakat jika salah satu dari 4 urat tersebut tidak ada yang terpotong maka sembelihan tidak sah dan dagingnya tidak halal dimakan.
Sementara Syaikh Utsaimin Rahimahullah berpendapat bahwa:
فإن لم يقطع االودجين, ولا المريئ, ولا الحلقوم تكون الذبيحة حراما بإجماع العلماء, لأنه ما حصل المقصود من إنهار الدم
Maka jika 2 urat besar di sisi leher tidak terpotong, begitu juga kerongkongan dan tenggorokan semuanya tidak terpotong, maka hukum daging sembelihannya menjadi haram sesuai dengan kesepakatan para ulama; karena maksud dari menumpahkan darah di sini tidak tercapai.
(As-syarhul Mumti’: 7/457).
Di sisi lain para ulama madzhab fiqih berbeda pendapat dalam berapa jumlah urat yang harus dilukai atau dikeluarkan darahnya :
ويرى الحنفية الاكتفاء بقطع الثلاث منها, ويرى المالكية صحة قطع الحلقوم والودجين دون المريء, ويرى الشافعية والحنابلة صحة قطع الحلقوم والمريء
✅ Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa dicukupkan dengan memotong 3 urat atau saluran dari 4 saluran tersebut.
✅ Ulama madzhab Maliki berpendapat sahnya sembelihan dengan memotong Tenggorokan (Hulqum, Saluran pernafasan) dan 2 urat di sisi leher (Widjain) tanpa harus memotong kerongkongan (Saluran makanan/minuman).
✅ Ulama madzhab Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa sah nya sembelihan dengan memotong Tenggorokan dan Kerongkongan.”
(Al-Fiqh Al-Muyassar: 4/18).
Sehingga sebaik-baik sembelihan adalah yang memotong 4 saluran yang terdapat pada leher hewan tersebut seluruhnya, karena terbebas dari perselisihan pendapat para ulama.
(As-Syarhul Mumti’: 7/457).
Dan Hendaklah dilakukan dengan kuat dan cepat, yaitu satu kali proses penyembelihan.
أن يمر السكين أو الآلة بقوة وسرعة ليكون أسرع, ولأن فيه إراحة للذبيح لقوله صلى الله عليه وسلم: (إذا ذبح أحدكم فليجهز)
“Dan Hendaklah ia mengayunkan pisau atau alat sembelih secara kuat dan cepat agar mempercepat proses sembelihan, dan supaya menenangkan hewan sembelihan, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ (Jika seseorang di antara kalian menyembelih hendaklah ia mempercepat proses sembelihan)(HR. Ahmad: 5864)
(Al-Fiqh Al Muyassar: 4/21).
Namun, pada sebagian kasus karena kurang hati-hati dalam menyembelih, atau pisau/golok yang digunakan tidak tajam, maka setelah proses penyembelihan ternyata urat-urat leher yang seharusnya putus malah tidak putus, sehingga membutuhkan penyembelihan untuk kedua kalinya, dalam hal ini Imam An-Nawawi berkata:
قال أصحابنا: ولو ترك من الحلقوم والمريء شيئا ومات الحيوان فهو ميتة, وكذا لو انتهى إلى حركة المذبوح فقطع بعد ذلك المتروك فهو ميتة
“Para Ulama dari Mazhab Syafi’I berkata: dan jika tertinggal sesuatu dari tenggorokan dan kerongkongan (tidak terputus sempurna) dan hewan tersebut mati, maka hukum dagingnya adalah bangkai (haram), dan begitu juga apabila proses sembelihan seperti ini (tidak memutus tenggorokan dan kerongkongan secara sempurna) namun hewan tersebut hampir mati kemudian diulangi menggorok tenggorokan dan kerongkongan yang tersisa setelah itu, maka hukum dagingnya adalah bangkai (haram).
(Al-Majmu’: 10/123).
___
0 Komentar